Perempuan, Ibu, dan Lingkungan


Dalam hidup semuanya perlu seimbang agar tidak terjadi ketimpangan. Demikian juga terkait kehidupan manusia dan alam. Seyogianya perlu adanya titik tengah perilaku manusia dalam menjalani kehidupan, supaya kehidupan di dunia seimbang.

Dalam falsafah Jawa terdapat istilah “Ibu Bumi Bapa Angkasa”. Ungkapan ini merujuk pada sikap manussia dalam hidup bersama alam. Semestinya manusia menganggap bumi adalah ibu dan angkasa atau langit adalah ayah. sehingga kita tidak patut mecederai mereka.

Ungkapan itu tercantum dalam Pawukon, tepatnya pada Pranata Mangsa. Di dalam Pranata Mangsa terdapat cerita Dewi Sri, yang dipuja oleh masyarakat agraris Jawa.

Dewi Sri identik dengan dewi kesuburan. Ia merupakan sebuah simbol, bahwa bumi dan perempuan memiliki kemiripan. Ia memberi kesburan. Ia melahirkan kehidupan.

Bahkan dalam masyarakat Jawa ikatan manusia dengan bumi sejatinya sudah dimulai sejak manusia lahir. Seorang bayi yang telah lahir ia mulai dikenalkan dengan bumi. Hal ini erat dengan tradisi Jawa, Tedak Siten. Tedak berarti “melangkah”, dan Siten berasal dari kata Siti yang artinya “tanah atau bumi”. Jadi, Tedak Siten memiliki makna “melangkah di bumi”.

Falsafah masyarakat Jawa sejatinya sudah cukup untuk mengingatkan kita bagaimana selayaknya manusia hidup dengan alam. Falsafah tersebut dapat dipahami sebagai rambu-rambu. Semua langkah yang manusia lakukan akan berdampak pada alam.

Namun, dengan rambu-rambu tersebut manusia dapat memaksimalkan alam dengan semesitnya. Mengambil hasil alam secukupnya. Memperlakukan alam sewajarnya.

Terlebih mengenai konsep tentang bumi dan sosok ibu. Selain melahirkan kehidupan dan simbol kehidupan. Keduanya juga erat dalam menopang kehidupan.

Bumi dan ibu sama-sama menopang kehidupan manusia. Masyarakat Hindu Jawa Kuno melambangkan ibu yang berarti perempuan dalam bentuk lingga. Ia adalah penyangga kehidupan. Bahkan hingga saat ini tidak kita pungkiri, perempuan dan ibu lah yang berperan penting dalam kehidupan keluarga.

Isu Lingkungan dalam Indonesia Women’s Forum

Indonesian Women’s Forum (IWF) mupakan forum yang digagas oleh Femina. Dalam laman Iindonesianwomensforum.com, tujuan forum ini adalah untuk mengembangkan potensi, keterampilan, dan jaringan perempuan profesional di jenjang karier menengah ke atas dan peningkatan kapasitas bagi pengusaha perempuan.

Pada 19 Desember 2022 Indonesian Women’s Forum mengadakan sebuah pertemuan virtual dengan mengankat tema “Menjurus Arus Masa Depan”. Salah satu yang menjadi sorotan adalah mengenai isu lingkungan. Pembahasan lingkungan ini terdapat pada sesi kedua yang mengusung tajuk, “Mengapa Kita Harus Menjaga Bumi?” yang dipandu oleh Devina Mahendriyani.

Salah satu hal yang diulas adalah mengenai limbah atau sampah. Khususnya adalah limbah kain perca dan limbah pakaian.

Limbah tersebut dapat dikategorikan sebagai sampah an-organik atau sampah rosok. Sampah jenis ini sejatinya dapat dikelola. Bahkan dalam sekala kecil pun dapat kita olah menjadi hal yang bermanfaat.

Ketika kita sekolah dulu sering kali kita belajar mengenai keterampilan. Salah satunya adalah dengan mengolah limbah-limbah an-organik semacam plastik dan kain menjadi sebuah prakarya yang baik. Mungkin hal ini bisa kita ingat dan praktikkan kembali.

Forum tersebut juga mengingatkan kita bahwa menjaga kelestarian alam merupakan kewajiban kita semua termasuk perempuan.

Terlebih pada bulan Desember kita mengenal bahwa terdapat Hari Ibu. Kita akrab memperingatinya setiap tanggal 22 Desember.

Ibu dan Perempuan tidak cukup kita ingat sebagai sosok manusia yang melahirkan, menjaga, serta menopang kehidupan. Ia juga kita pantas untuk direnungi sebagai simbol alam. Mari kita jaga alam seperti kita menghormati perempuan.

*Pasti Angkut/Raafi