PURBALINGGAKU – Berangkat dari isu Tempat Pengelolaan Sampah Terpadu (TPST) Piyungan yang akan ditutup sebab overload, Kalurahan Panggungharjo, Sewon, Bantul ciptakan pengelolaan sampah terpadu yang dibarengi dengan jasa angkut sampah digital.
Bukan hal baru, jika sampah ‘mengganggu’ kenyamanan masyarakat. Untuk itu, Kalurahan Panggungharjo ciptakan jasa angkut sampah digital bernama ‘Pasti Angkut’
Nantinya, sampah–sampah yang diangkut oleh ‘Pasti Angkut’ akan dikelola oleh Kelompok Usaha Pengelolaan Sampah (KUPAS) Panggungharjo.
Semua kategori sampah ada pengelolaannya sendiri-sendiri. Artinya, sampah itu akan dikelola dengan berbagai model hingga benar-benar habis.
Oleh karena itu, KUPAS sama sekali tidak bergantung pada TPST Piyungan terkait persoalan sampah.
Lurah Panggungharjo, Wahyudi Anggoro Hadi atau akrab disapa Wahyudi, mengatakan bahwa adanya KUPAS dan ‘Pasti Angkut’ diharapkan mampu mengubah sampah menjadi komoditas.
Cita-citanya itu tak hanya berhenti di Panggungharjo saja. Namun, ia juga memimpikan gebrakan ini bisa memicu semangat di daerah sekitarnya untuk sadar akan isu sampah.
Gagasan mengenai pengelolaan dan jasa angkut sampah tersebut dapat menjadi solusi digital di era modernisasi saat ini.
Kalurahan Panggungharjo dengan idenya itu ingin memberikan pengalaman baru bagi masyarakat mengenai pengelolaan dan distribusi sampah digital.
Tidak sekadar mengangkut dan menimbun, aplikasi ‘Pasti Angkut’ hadir sebagai upaya merubah perilaku masyarakat dengan ‘keharusan’ memilah sampah dari rumah.
Pemilahan ini dilakukan oleh produsen dengan cara memisahkan jenis sampah organik, anorganik dan residu.
Apabila masyarakat sudah memilah tiga jenis sampah itu, mereka hanya membayar beban sampah residunya saja kepada jasa ‘Pasti Angkut’.
Wahyudi, bercerita soal alur atau skema jasa angkut sampah, jadi hanya sampah residu seperti pampers, pembalut dll. yang dibayar jasanya oleh masyarakat/produsen.
Satu kilo residu dihargai sebesar seribu rupiah. Dibanding dengan jasa angkut pada umumnya, tarif ini jauh lebih menguntungkan masyarakat.
Sebab, selain terhitung murah, gagasan tersebut mengandung edukasi mengenai pilah sampah dari rumah.
Celaka jika masyarakat tidak pernah teredukasi soal pilah sampah, mereka akan terbiasa dengan jasa angkut sampah yang sekadar angkut timbun.
“Ini adalah sebuah upaya merubah perilaku masyarakat guna membuat mereka bertanggungjawab atas sampah mereka sendiri,” pungkas Wahyudi dalam acara launching aplikasi ‘Pasti Angkut’.***